MEDIAINVESTIGASICare.id – Independen Dan Farmasi Kesehatan | Sumut.
Tanjung Balai_Di era Kepemimpinan Alm.dr.H.Sutrisno Hadi selaku Walikota Tanjung Balai periode ke 1 tahun 2005 – 2010 melakukan reklamasi pantai di Jalan Asahan yang salah satu tujuan paling utama adalah wacana destinasi wisata yang belakangan dikenal dengan nama Water Front City untuk memperteguh Tatanan Resam Budaya Melayu warga Kota Tanjung Balai yang Agamais.
Selain destinasi wisata kota, Water Front City dalam semangat cita-cita pembangunannya diharapkan menjadi “Ikon” wisata religius sekaligus etalase cerminan kultur/ khazanah masyarakat Kota Tanjung Balai yang beragam agama dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kaedah dan norma kebudayaan.
Namun harapan menjadikan lokasi destinasi wisata di Water Front City tersebut hanya tinggal harapan karena sekarang telah dimonopoli salah satu suku etnis dengan mendirikan Rumah Ibadah yang cukup mentereng disepanjang daerah reklamasi pantai atau Jalan P.Diponegoro bahagian belakang Kelurahan Indra Sakti Kecamatan Tanjung Balai Selatan yang seharusnya milik Pemerintah Kota Tanjung Balai yang sekarang itu masuk wilayah badan sungai Asahan, namun bisa dikuasai pribadi.
Kejadian ini membuat masyarakat Kota Tanjung Balai semakin hari semakin gerah karena disuguhkan penomena yang rasanya hampir tak masuk di akal, sebab hal yang seharusnya mustahil dimiliki, namun dengan berbagai tehnik ibarat pemain sulap, semua berjalan dengan mulus tanpa terendus tau-tau sudah menjadi milik pribadi dengan akta jual beli dihadapan salah seorang Notaris Kota Tanjung Balai.
Hal ini diungkapkan Pembina Lembaga Victim-61 Edi Hasibuan yang panggilan akrabnya Bang Ulam Raja kepada media ini, Jumat (20/9/2024) berdasarkan informasi yang dihimpunnya menyebutkan bahwa telah terjadi peralihan hak berdasarkan akta jual beli no : 07/ 2022 tanggal 24 Febuari 2022 yang diperbuat oleh PPATK Kota Tanjung Balai no : 335/ 2023 tanggal 9-3-2023 dari pemegang hak pertama PT.Sungai Asahan Lestari dialihkan kepada pemegang hak dan hak lainnya berinisial AC yang ditanda tangani Kepala Kantor Pertanahan Kota Tanjung Balai RS.S.Sos.MAp, pada waktu itu.
Tambahnya, sebelum pengalihan hak, masa berlaku HGB berakhir pada Tahun 2026, tapi karena ada rekomendasi dari Walikota dengan perjanjian akan membangun paving blok di Jalan P.Diponegoro yang sudah direalisasikan dan membangun Masjid Terapung di Sungai Asahan namun yang ini hanya dalam mimpi, maka masa berlakunya diperpanjang menjadi Tahun 2037, jelas Ulam Raja.
“Victim-61 juga akan meminta kepada Anggota DPRD yang bakal dilantik agar memanggil pihak-pihak terkait untuk mengkaji ulang serta membatalkan rekomendasi yang dikeluarkan Walikota dan kalau perlu dibuat Pansus”, tukasnya.
Jika ada ditemukan bentuk gratifikasi baik itu pihak Pertanahan maupun yang mengeluarkan rekom, supaya pihak penegak hukum segera memeriksa semua yang terlibat serta bangunan Rumah Ibadah yang dasar hukumnya tidak jelas agar segera dilakukan pembongkaran dan kembalikan kepada rencana awal bahkan dalam waktu dekat ini Victim-61 akan menanyakan langsung ke BWS II Provinsi, sebut Ulam Raja.
Lebih jauh dikatakan Ulam Raja, bicara badan sungai yang akan dilakukan reklamasi pantai, harus ada izin dari Kementerian Kelautan atau Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi, sedangkan untuk izin Pemanfaatan Sumber Daya Air, harus ada izin dari Kementerian PUPR atau Dirjend PSDA atau minimal dari Balai Wilayah Sumatera (BWS) II, tegasnya.
“Mengacu kepada UU nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air Pasal 7 dinyatakan bahwa sumber daya air tidak dapat dimiliki/ dikuasai oleh perseorangan, Kelompok Masyarakat atau Badan Usaha, dan kalau ada yang berani menerbitkan rekomendasinya, itu dapat di pidana”, pungkas Ulam Raja.
Sebelumnya, pengurus Kelenteng Dewi Samudra Yadi Suprapto saat melakukan pertemuan dengan Victim-61 di Janji Jiwa Cafe di Jalan Teuku Umar Tanjung Balai , Kamis (12/9/24) lalu mengatakan, bahwa pembangunan Masjid terapung dikerjakan di Jakarta dan setelah rampung tinggal memasangkan saja nanti, ujarnya.
Yadi menambahkan, bahwa Walikota Waris Tholib kerap bertemu dengan Antonius Chandra ketika berkunjung ke Jakarta dan Walikota juga telah melihat langsung perakitan Masjid terapung dimaksud, kata Yadi.
Terpisah, ketika dikonfirmasi terkait persoalan tersebut kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tanjung Balai Nurmalini Marpaung di ruangannya, Jumat (20/9/2024) mengatakan bentuk kerja sama antara pemegang hak dengan Pemko Tanjung Balai, pihak pemegang hak ada memberikan kompensasi sebesar 100 juta ke kas Pemko Tanjung Balai untuk menambah APBD dan perjanjian tersebut akan berakhir pada tahun 2037 dan setelahnya segala bangunan yang berada di atas tanah dari reklamasi pantai itu akan kembali menjadi milik Pemerintah Kota Tanjung Balai, ujarnya.
Saat disinggung izin reklamasi pantai itu siapa yang mengeluarkan, Nurmalini mengaku pada saat itu ia belum menjabat sebagai Sekda, sehingga terpaksa harus membongkar berkas dan kalau Abang-abang mau jawaban yang detail harus mengirimkan surat ke Pemko Tanjung Balai terkait persoalan ini untuk memperoleh keterangan lebih terperinci atau kita ketemukan dengan Dinas maupun pihak terkait untuk duduk bersama, katanya.
ES & TIM

